Sabtu, 28 Maret 2015

Catatan 27 Maret

Ujian bertubi-tubi di jalan dakwah. Mereka yang berpaling, meninggalkan. Dakwah yang terseok-seok. Berjalan pincang ibarat kehilangan sebelah kaki. Tidak cukup itu, luka yang menganga dari tubuh sendiri terasa payah diobati. Sudah keiring mereka gores lagi. Sudah sembuh dilukai lagi.

“Kemana gerangan ketika dakwah memanggilmu? Duhai, mengapa setetes kenikmatan dunia membuatmu terlena melupakan selaut rasa Surga?”

Tekanan dari luar semakin memayahkan. Rasanya seperti dipaksa menyelam di kedalaman laut. Semakin menjuju dasar, semakin kuat tekanan. Amanah-amanah yang mereka tinggalkan, terpaksa ditanggung oleh orang yang itu-itu saja. Lelah, iya? Akademik yang sedikit demi sedikit terabaikan.

Betapa sedih kudapati diri dalam kesendirian. Merindukan setetes rasa surga di kampung halaman. Rindu, teramat rindu, pada ketenangan dan kasih sayang malaikat Allah yang terlihat, Mama. Rindu, teramat rindu, pada nyamannya jaminan dan perlindungan yang ia berikan, Bapak. Rindu, teramat rindu, sosok-sosok yang pada mereka aku terikat jalinan darah, saudara-saudaraku. Tawa di rumah yang hangat, meski hidup dalam kesederhanaan.

Duhai, harus bagaimanakah diri, Yaa Allaah.


Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha. Hanya firmanMu yang dapat menenangkan. Saat ujian hidup semakin memayahkan. Hanya cintaMu yang meredakan tangis. Saat harap kepada manusia hanya menyisakan kecewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar