Sabtu, 05 November 2016

Catatan Risqo: Setitik Buih di Lautan 411

Ceritanya kemarin saya ikut aksi. Hehe. Dan sungguh, kemarin menjadi salah satu hari paling berkesan yang pernah saya jalani. Berhubung di media mainstream terlalu banyak berita lebay yang menyudutkan aksi, setidaknya saya ingin menulis cerita versi saya. Jujur, sempat merasa sedih ketika baca komentar-komentar orang di berita media-media mainstream, ada yang tulis aksi merusak, bikin kotor, terus pakai tagar #indonesiaharusdamai. Padahal dia ga saksikan langsung loh. Cuma baca tulisan di media dan berkomentar seenaknya. Hiks.

Alhamdulillah, kemarin Allah memperkenankan saya menjadi salah satu bagian dari umat Islam yang melakukan aksi #belaQuran di Jakarta. Saya bersama teman-teman dari Relawan Sahabat Tauhid ikut dalam barisan Daarut Tauhid di bawah pimpinan Aa Gym. Jobdesk kami adalah sebagai tim Bersih Rapi Tertib Teratur (BRTT). Kami diamanahkan berada di barisan paling belakang jamaah, biar nanti sambil jalan, sambil membersikan jalan dari sampah-sampah yang bertebaran^^.

Pagi hari pukul setengah 8.15, kami bertolak menuju Istiqlal. Sepagi itu, kendaraan sudah tidak bisa merapat di depan Istiqlal, kami turun di dekat stasiun gambir dan berjalan kaki menuju ke sana. Ketika turun dari mobil, hati saya bergetar. Menyaksikan begitu banyak orang dalam pakaian putih-putih berbaris, beramai-ramai menuju tempat.

“Yaa Allah sist, coba deh kamu ke sini. Masya Allah rameee banget. Gue berasa di Makkah, berasa naik haji,” kata seorang ibu-ibu stylish berbincang di telepon dengan temannya. Lucu mendengarnya. Saya tertawa sekaligus terharu dalam satu tarikan napas. Allah, satu dari 6236 ayat-Mu dilecehkan. Lalu Engkau menggerakkan jutaan orang menuju tempat yang sama, dengan aspirasi yang sama. Kami datang Yaa Allah, sekecil apapun kontribusi yang kami lakukan, kami tahu bahwa Engkau Maha Tahu dan tidak akan menyia-nyiakan perbuatan ini. Saya datang Yaa Allah, meskipun saya hanya setitik buih di antara jutaan umat yang hadir, saya percaya tidak ada amal yang remeh bagiMu.

Ketika masuk di Istiqlal, kami pun berkumpul dengan jamaah Daarut Tauhid yang lain di bagian selasar. Rombongan Daarut Tauhid Bandung sudah ramai, mereka yang datang dengan 20 bus sudah di Istiqlal sebelum subuh. Semakin tinggi matahari, semakin ramai orang yang berkumpul. Istiqlal makin ramai, entah sudah sepadat apa di luar. Banyak di antara mereka sarapan pagi, bercengkrama, dan banyak pula di anatara mereka yang shalat Dhuha ataupun membaca Al-Qur’an. Adem.
Menjelang shalat Jum’at, shaf-shaf mulai rapi terbentuk di bawah terik matahari. Istiqlal benar-benar sudah padat dengan jamaah. Setiap lantai, bagaian selasar, hingga halaman penuh dengan jamaah. Hati kami makin bergetar. “Aku belum pernah lihat jamaah sebanyak ini loh teh,” ucap seorang teteh Daarut Tauhid. Saya seakan merasakan euforia berada di tanah suci dengan orang sebanyak ini.


Adzan pun berkumandang memenuhi langit Allah dengan asma-Nya. Sungguh, seketika saat itu semilir angin lembut tiba-tiba Allah menyapa kami. Terik kemudian berganti teduh, awan bergerak menanungi. Kami yang sedari tadi kepanasan kembali merasa sejuk. “Hayya ‘alal falaah” berkumandang. “Laa hawala wa laa quwwataa illa billah” saya yakin sekali, jutaan orang yang hadir di sini menggemakan kalimat ini dalam hatinya. Kami benar-benar berharap, aksi damai kali ini dibersamai dengan pertolongan dan perlindungan Allah.
Sebagian potret jamaah yang hadir

Banyak dari jamaah perempuan ikut shalat Jum’at yang menurut saya begitu berkesan. Khutbah yang disampaikan begitu pas dengan kondisi, begitu juga dengan adzan kedua yang benar-benar menyejukkan sukma. Saat shalat, imam membacakan surah Al-A’laa pada rakaat pertama dan Al-Ghasiyaah pada rakaat kedua. Bergetar hati mendengar bacaan yang begitu tegas. Banyak jama’ah yang terisak. Shalat di Istiqlal pra aksi saja rasanya seperti ini, bagaimana di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi? Sungguh, harunya itu di sini (simpen tangan di dada).
“Illaa man tawallaa wa kafaar. Fayuadzdzibuhullahul adzabaal akbar. Innaa ilaynaa iyyaabahum. Tsumma inna ‘alaynaa hisabahum.”
“Kecuali jika ada orang yang berpaling dan kafir. Maka Allah mengadzabnya dengan adzab yang besar. Sungguh, kepada Kamilah mereka kembali. Kemudian sesungguhnya Kamilah yang membuat perhitungan atas mereka.”

Peserta Aksi Mulai Bergerak

Ba’da shalat, Ustadz Bachtiar Natsir mengambil alih mikrofon dan melakukan briefing. Inti yang beliau sampaikan adalah aksi ini harus damai, harus menjaga akhlak, dan harus menjaga lingkungan, bahkan dipertegas lagi larangan buang sampah sembarangan. Habieb Rizieq pun mengajarkan yel-yel yang membangkitkan semangat.
Al-Qur’an iman kami
Al-Qur’an petunjuk kami
Al-Qur’an pedoman kami
Al-Qur’an satukan kami

Peserta pun mulai bergerak. Kami dari DT memang jalan paling terakhir sebab diamanahkan untuk bersih-bersih. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang yang terdiri dari anggota Relawan Sahabat Tauhid (RST) dan jamaah umum berupa Ibu-ibuk atau bapak-bapak. Ikhwan dan akhwat dipisah. Di kelompokku sendiri, terdapat 4 orang ibu-ibu yang masya Allah semangat sekali bersih-bersihnya :”D. Sapu lidi, trash bag, dan dan sendok sampah jadi senjata perang hari ini, hehe. Masalah kebersihan adalah perkara yang sangat penting. Hal ini kerapkali jadi senjata media mainstream macam Met*o Tivu dan K*mpas tivu dalam menjelek-jelekkan Islam.
Yang cukup mengejutkan saya adalah ketika melihat gurunda Aa Gym turut beserta kami. Dengan pengaruhnya yang seperti itu, saya pikir beliau akan berada di barisan depan, memimpin orasi. Tapi ternyata :”)) beliau membersamai kami. “Setiap lihat sampah, harus lihat amal shalih yang luar biasa,” titah Aa Gym saat menyampaikan petuah “siapa tahu karena mungut sampai jadi ketemu jodohnya.” Dan kemudian pasukan single lillah teriak aamiin kencang-kencang.


Figure 2. Sewaktu Aa menyampaikan petuah

Segalanya berjalan dengan sangat lancar. Pasukan BRTT menyisir setiap jengkal Istiqlal agar bersih dari sampah. Bungkus sedotan, bungkus permen, sepotong tisu, tidak luput dari sweeping. Masuk semua ke trash bag. Komando pun berlanjut keluar gerbang Istiqlal. Tim saya kebagian area menyapu dekat Katedral. Sempat terharu disemangatin sama bapak-bapak pedagang di sekitar lokasi. Sempat hampir ngakak pas ada bapak-bapak lewat bilang “Ini baru muslimah sejati”. Apa hubungannya Pak?

Banyak dari kami berharap bisa ikut longmarch sampai patung kuda. Akan tetapi, komando dari guru menyatakan untuk kembali ke Istiqlal. Sebenarnya agak kecewa saat itu, pasti akan keren sekali menyaksikan lautan masa yang sudah jalan lebih dulu. Tapi, yasudah, yang penting sami’na wa atho’na. Belakangan saya ketahui, ternyata jalanan sudah terlampau padat hingga memang sudah tidak bisa lewat sama sekali. Dalam hati mikir, ini sebanyak apa orangnya? Sejak pagi jaringan kacau, sms aja kesulitan, apalagi internetan. Saya tidak tahu update peserta sebanyak apa.
Sampai sebelum maghrib, kami di Istiqlal. Membersihkan sampah yang terlihat dan kemudian asik foto-foto. Langit sore nampak begitu indah. Tidak ada lagi terik sejak adzan berkumandang. Awan berarak menaungi, namun tidak sedikitpun menitikkan tetes hujan. Ahh, pertolongan Allah ini begitu indah. Saya menatap langit dengan senyum syukur, hari ini berlalu dengan damai..

Keterkejutan yang Menyesakkan.
Kami memutuskan pulang sebelum maghrib datang. Harapannya, agar bisa shalat maghrib dengan pakaian lebih wangi dan segar. Namun realita memang tidak semudah banyangan dalam pikiran. Busway sekitar Istiqlal tidak beroperasi dan qadarullah, tidak ada grab car yang mau mengangkut kami. Waktu sore sebelum maghrib tentu saja puncak kepadatan lalu lintas dengan banyaknya orang pulang kerja. Apalagi dengan aksi hari ini… Kami berjalan kaki cukup jauh, melintasi daerah yang telah dilewati peserta aksi hari ini. Namun lagi-lagi, tidak ada grab yang bersedia.
Waktu saat itu sudah menunjukkan lewat pukul 18.00, langit semakin gelap, adzan sudah sejak tadi berkumandang. Jadilah kami saat itu memutuskan shalat di mushala KFC yang dilewati. Setelah shalat, kami makan malam. Obrolan meja kami masih riuh dengan tema 411 hari ini. Menyenangkan. Sampai kemudian, pukul 19.40, grup telegram ramai dengan postingan tentang tembakan gas air mata lalu peringatan untuk tidak keluar dulu. Suasana mulai tidak kondusif. Petugas KFC bahkan mengunci pintu, mencegah masuknya gas air mata yang menyeruak masuk. Lampu di depan juga dimatikan.
Hati saya sesak. Bukan karena ketakutan karena belum bisa pulang. Sepanjang hari ini segalanya berjalan dengan begitu lancar, bagaimana bisa hal ini terjadi? Ternyata memang provokator berulah. Mungkin mereka gerah melihat aksi berjalan damai sepanjang hari. Mana ada pula ormas Islam hari itu pakai celana jeans ketat, bertopi gaul, bercelana pendek pula. Lutut itu aurat. Yakali dia amnesia batas aurat.
Peserta aksi sebenarnya justru di belakang. Yang ini entah siapa.


Ada yang salah kostum

Kami tertahan selama kurang lebih 1,5 jam sampai memutuskan sendiri untuk pulang setelah berhitung dengan kondisi di luar. Sebenarnya, saya menyaksikan jalan di depan tempat kami baik-baik saja. Media TV (apalagi yang mainstream) memang sering berlebihan dalam menyampaikan berita. Kami berjalan cukup jauh untuk menjauhi TKP dan memesan grabcar di sana. Alhamdulillah, pukul 21.30, dua mobil grab car pesanan kami sudah bergerak menuju Menteng Atas. Tidak kurang apapun.

Benar-benar.. Praktikum jiwa tenang, seperti Ustadz Hasan sampaikan di kelas.
Sedih sekali baca komentar-komentar di media mainstream itu. Mereka tidak ada di lokasi, namun latah berkomentar. Termakan provokasi media. Ikut serta menggemakan fitnah.
Kepada mereka yang menuliskan dan memberitakan kebohongan-kebohongan itu, kepada mereka yang memprovokasi masyarakat. Sesungguhnya Allaah Maha Tahu. Allaah tidak tidur. Allah Maha Tahu apa yang anda semua rencanakan dan Allah adalah sebaik-baik pemberi balasan.
Kuatkan doa. Hasbunallahu wa ni'mal wakiil.. Ni'mal maulaa wa ni'man nashir..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar