Hari
ketiga kami di Sendai.
Sebelum jam 3 siang,
kelas kami selesai juga. Dan, bersiaplah kami untuk menghabisi sore lagi
menelusuri keindahan Sendai.. Yeah, jalan-jalan!! Tujuan kami hari itu adalah
kuil rinnoji dan perjalanan kami tempuh dengan berjalan kaki. Perjalanan ke
sana cukup jauh, mungkin sekitar 15-20 menit. Kami ngos-ngosan, namun karena dinginnya
suhu dan rendahnya RH (kelembapan relatif) di sana, tak ada keringat yang
menetes sama sekali. Pakaian yang dikenakan pun awet. Dipakai di hari-hari
besok tak masalah.. hehe
Dari pintu gerbang
pertama kuil rinnoji, kami disajikan pemandangan jalan yang cukup menanjak dan
jauh. Beberpa pohon momiji (maple) ditanam di sepanjang jalan menuju puncak.
Pemandangannya sangat mengagumkan dengan warna daun orange di pohon. Banyak
juga daun-daun berguguran dan menciptakan autumn carpet.. Indaaah sekali.. Kami mendokumentasikan banyak
keindahan tempat itu.
![]() | |
|
Jalan
Mendaki Menuju Kuil Rinnoji, sebentar lagi sampai puncak!
|
Setelah berlelah-lelah,
akhirnya kami sampai di puncak, beberapa
bangunan kuil mulai terlihat. Banyak juga pohon momiji di sekitarnya yang
membuat kuil menjadi nampak begitu antik dan memesona. Untuk masuk ke dalam
lingkungan kuil, kami membayar ongkos masuk sebesar ¥300. Uang recehnya dimasukkan
ke dalam mesin dan secara otomatis akan membukakan jalan masuk untuk kami. Kata
Pak Ardi, biaya masuk tersebut diperlukan untuk pemeliharaan kuil.
Begitu sampai di dalam,
mataku serasa tersihir karena benar-benar terpesona. Sepertinya, setengah dari pesona
musim gugur yang begitu indah dapat diperoleh di tempat ini. Pohon-pohon lebat
dengan daun beraneka warna terpeta dengan rapi di sekitar bangunan kuil. Di
tengahnya, terdapat pula kolam dengan ikan-ikan koi yang gemuk dan beraneka
warna. Banyak pohon momiji di sini, terdapat juga pohon ginkgo yang ikut
menyemarakkan warna-warni musim gugur.. Daun-daun berguguran mencipatakan autumn carpet yang mewarnai tanah dengan
begitu indah. Tidak ada kata lain yang dapat mewakili, selain pujian atas
indahnya ciptaan-Nya.. Masya Allaah..
![]() |
|
Kolam
di tengah kuil Rinnoji
|
Pukul 5.00 p.m, kami
bergegas meninggalkan kuil rinnooji, setelah begitu banyak foto yang diambil
untuk mengabadikan kenangan di tempat ini. Berat rasanya untuk beranjak. Saat
kami bertanya “Ada yang ketinggalan ga?” seorang teman menjawab “ada, hati aku
tertinggal di sini”. Kami tertawa, namun dalam hati aku ikut mengamini
ucapannya. Ya, sepertinya separuh hatiku juga tertinggal di sini.
Hari
kelima kami di Sendai.
Wisata musim gugur episode 2.
Selepas kelas, kami
bersiap lagi seperti hari-hari kemarin. Agenda sore hari ini adalah Matsushima!
Episode ke-dua wisata keindahan musim gugur setelah kuil Rinnoji. Berbeda
dengan kuil Rinnoji yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki, Matsushima yang
jauh harus ditempuh dengan kereta. Mula-mula, kami berjalan kaki menuju stasiun
Kita-Sendai dan membeli tiket di sana.
Di Sendai (atau mungkin
di stasiun kereta lain juga di seluruh Jepang), pembelian tiket dilakukan
dengan mesin. Kita tinggal memilih di komputernya turun di stasiun apa dan
pesan tiket untuk berapa. Setelah itu, tinggal memasukkan uang kita di mesinnya
yang seperti celengan. Uang dengan nominal terkecil yang boleh dimasukkan ke
dalam mesin adalah 10 yen, pecahan di bawah itu akan ditolak. Kalau uangnya
sudah cukup, tiket kecil akan keluar secara otomatis. Kembaliannya juga akan
keluar dengan sendiri. Praktis!
Untuk masuk ke tempat
menunggu kereta, kita tinggal memasukkan tiketnya di mesin ketika masuk. Tiket
yang sudah diberi lubang kecil oleh mesin akan keluar di bagian ujung. Kita
harus mengambil tiketnya kembali dan menyimpannya baik-baik karena akan
digunakan di stasiun tujuan nanti.
Tak banyak yang berbeda
antara stasiun kita Sendai dengan stasiun kereta di Jakarta. Hanya saja,
tempatnya lebih bersih dan teratur. Orang-orang yang hendak naik ke kereta pun
juga antri berbaris sesuai garis yang ditentukan. Jadi, tidak akan ada cerita
rebut-rebutan dan desak-desakan ketika masuk. Semuanya serba teratur. Penumpang
pun merasa lebih nyaman.
![]() |
|
Stasiun
Kita Sendai, mirip dikit lah ya sama stasiun Tebet, hehe
|
Ohya, ada yang berbeda
dengan kereta di Sendai dengan kereta di tempat lain, termasuk di Tokyo. Pintu
keretanya tidak membuka otomatis ketika berhenti di stasiun, penumpang yang mau
masuk ataupun turun harus menekan tombol terlebih dahulu ketika akan masuk
kereta ataupun turun dari kereta. Kata Pak Ardi, pintunya didesain seperti ini
karena wilayah Sendai yang relatif lebih dingin daripada di Tokyo ketika musim
gugur atau musim dingin karena terletak di bagian utara pulau Honshu. Jadi,
penumpang yang di dalam kereta tidak perlu merasakan dingin yang menusuk ketika
pintu kereta dibuka dan tidak ada penumpang yang naik atau turun.
Kami turun di stasiun
Sendai dan menunggu lagi kereta berikutnya yang akan membawa kami ke
Matsushima. Perjalanan berikutnya cukup jauh dengan menempuh jarak 40 menit
dengan kereta. Biayanya lumayan, 500 yen untuk sekali perjalanan (Rp56.000).
Ohya, ada lagi yang menarik dengan kereta di sini. Ketika naik di kereta, Pak
Ardi meminta kami mengecek, apakah kereta akan sampai di Matsushima pukul 5.01
tepat atau tidak. Dan wow, hasilnya,
kami sampai di Matsushima pukul 5.01 teng. Tidak terlambat semenit pun.. Aku
takjub, ah, benar-benar berbeda dengan negeriku sendiri :’).
Dan di Matsushima-lah,
puncak dinginnya musim gugur kami rasakan. Hawa dingin yang kutaksir lebih
rendah beberapa derajat daripada di Sendai langsung menyergap kami ketika
keluar dari kereta. Jika Sendai pagi tadi bersuhu 50C, entahlah yang
sekarang ini berapa. Langit sudah gelap, sebab matahari telah terbenam sekitar
30 menit yang lalu. Kami melangkahkan kaki keluar dari stasiun, berjalan
sekitar 15 menit menuju tempat tujuan.
Daerah kuil Matsushima
yang kami kunjungi sudah ramai dengan antrian ketika kami sampai. Kami pun ikut
mengantri membeli tiket masuk seharga ¥500. Tiketnya memang cukup mahal, namun
harga yang dikorbankan teramat sebanding dengan keindahan yang disajikan. Mata
kami benar-benar terpesona. Puluhan pohon maple berbagai warna yang berbaris-baris
di sepanjang track menyambut kami. Lampu-lampu
berbagai warna dipasang di setiap pohon. Membuat dedaunan maple bercahaya
dengan teramat indah.. Entah kata-kata apalagi yang mewakili keterpesonaan
kami. Masya Allaah.. Speechless!
| Secercah keindahan Matsushima (Taken by Arif/Gayu) |
Di tengah-tengah track, terdapat pemain biola yang sedang
membawakan alunan musik musim gugur. Kami berhenti sejenak menikmati
pertunjukannyaa yang begitu lincah menggesek biola. Aku merasa tersihir,
pemandangan yang begitu indah ditambah musik seperti ini membuatku segera
menyimpulkan, musim gugur memang musim yang paling romantis! Autumn is sad, but beauty. :’)
Kejutan belum habis
sampai disitu. Sebelum penghujung track,
kami bertemu momiji reflection!
Terdapat kolam yang cukup besar yang memantulkan dengan sempurna pohon-pohon
maple berbagai warna yang bercahaya. Seorang junior bahkan berkata “Cantik
banget jurangnya ada pohonnya juga bercahaya,” dia tidak menyadari kalau itu
hanya bayangan. Ah! Benar-benar luar biasa :’)
Ingin rasanya
menghabiskan waktu lebih lama di Matsushima. Namun, cuaca dingin paling ekstrim
(bagi kami) di sini membuat kami tidak mampu bertahan lebih lama. Tangan yang
tak terlindungi sarung tangan bisa kebas dalam hitungan menit. Begitupun wajah
yang tak terlindungi apa-apa. Setelah merasa cukup mengambil foto-foto
keindahan Matsushima dan tentunya foto bersama, kami beranjak pulang. Menuju
stasiun Sendai dan kita-Sendai lagi.
Bagiku, setelah
Matsushima, lengkah sudah potongan ceritaku tentang musim gugur. Sempurna!





Tidak ada komentar:
Posting Komentar