Isu Islamphobia kian digencarkan. Ibaratnya produk dalam kemasan. “Islam” dibedaki kotoran oleh tangan-tangan jahat sehingga bagi calon konsumen, melihatnya pun enggan, pun apalagi untuk membelinya. Seenak apapun isinya, semenarik apapun dalamnya. Siapalah yang akan membeli jika sudah berbalut kotoran??
Dikit-dikit
membela Islam, dilabeli radikalis, eksismis, eh. Tiba-tiba rajin tausiyah di
medsos disangka ektrimis. Mau mengikuti sunnah Rasul, jenggot sedikit
dilebatkan, kumis dibabat, celananya dipotong dikit. “Dasar, lu ikut ISIS yaa,
teroris lu!”
Meluncur
begitu saja. Menuduh tanpa bukti. Menarik kesimpulan teramat cepat dari isu
yang dihembuskan. Sungguh terlalu.
Betapa
sedihnya gue dengan keadaan ini. Terutama, baru-baru ini dengan diblokirnya
web-web Islam yang di antaranya gue suka baca. Mereka ikut menjadi korban tertuduh radikalis
ektrimis ini. Katanya agar paham radikalisme semacam ISIS tidak menyebar di
Indonesia.
Aduhaai..
Apa indikator radikal berdasarkan versi pemangku kekuasaan itu? Pernahkah mereka membaca web-webnya? Gue ga habis pikir. Mereka Islam loh. Tapi malah
menjadikan kekuasannya pisau yang memenggal agamanya sendiri. Web-web yang
mengajarkan kebaikan, mengajarkan Islam, diblokir. Lantas, situs-situs porno
yang merusak generasi dibiarkan. Betapa mirisnya negeri ini.
Konspirasi
melawan Islam semakin menjadi. Gue sedih sekali. Tapi, ga bisa melawan ini
dengan kekuatan yang gue punya. Gue mah apa atuh. Tapi sungguh, gue hanya ingin
sedikit bercerita. Dengan dilatarbelangkangi kesedihan gue melihat Islam
diobok-obok seperti ini. Muslim yang menjelekkan muslim yang lain, meluncurkan tuduhan tanpa bukti. Padahal Rabb
mereka sama. Rasul mereka sama.. Aduhai..
Alkisah,
di akhir tahun 2012 dan 2014, gue berlibur
di Bekasi, tepatnya di rumah tante yang notabene adalah seorang niqabers
(menggunakan cadar). Gue tinggal selama lebih dari seminggu di lingkungan
pesantren, yang hampir semua perempuan dewasanya menggunakan cadar.
Laki-lakinya berjenggot semua (kayaknya, gue ga perhatiin lah!). Dan tersisalah
gue, sebagai perempuan biasa yang nampak berbeda, tanpa niqab.
Selama
tinggal di sana, demi Allah gue ga pernah melihat rakitan bom (maafin gue frontal). Gue ga pernah
melihat buku-buku berbahaya, semisal berjudul “Panduan Meledakkan Bom untuk
Jihad”. Rak-rak buku-buku mereka berisi buku Islam biasa. Sungguuuh, gue ga
bohong.. :)
Dan
surprise! Betapa takjubnya gue, ketika gue disuguhkan dengan Islam yang begitu
indah. Dari pribadi-pribadi sepolos fitrah yang tak mungkin mengarang-ngarang
kebohongan ataupun memainkan drama, di hadapan gue.
Sungguh,
gue teramat takjub dengan anak-anak mereka. Anak-anak dari perempuan-perempuan
bercadar dan para laki-laki berjenggot dan bercelana cingkrang yang ditakuti
kebanyakan orang itu. Anak-anak shalih yang kerap kali dilabeli bibit teroris.
Hanya karena ibu mereka berjilbab bessar, bercadar, hanya karena ayah mereka
berjenggot, bercelana gantung.
Suatu
hari selepas maghrib, gue tilawah melanjutkan bacaan Al-Qur’an. Di sana ga ada
televisi, dari maghrib sampai Isya semua harus bersama Qur’an. Tiba-tiba,
datanglah sepupu gue, yang hari itu masih lima tahun. Gue dulu masih semester
satu.
“Ka
riska, kita muraja’ah yuuuk”
Waduh,
gawat nih gue. Tobat aja baru berapa bulan yang lalu. Hapalan masih dikit. Juz
30 masih bagian depan dan bagian belakang (hapalan masa kecil).
“Oke,
oke” gue mengangguk pasrah.
Dari
bibirnya yang mungil pun terucap ayat-ayat Allah yang indah. Umurnya masih lima tahun, tapi makhrajul hurufnya bagus banget. Ga kayak gue saat itu yang belum
bisa bedain kha dengan ha tipis ataupun ha tebal yang bulet-bulet itu.
“Ayo
sambungannya apa hayoo kaa..”
Gue
terhening cukup lama. Tenggorokan serasa tersekat. Ayat-ayat yang tadi dia baca
terdengar asing. Rasanya mau nangis. Sungguh, malu banget. “Kakak ga tau dek,
belum hapalin yang itu. Gimana kalo An-Nabaa’ aja?”
Kalo
ini main tinju. Ibaratnya gue habis diberi satu pukulan telak. Seketika
terkapar di atas ring. Yaa Allaah, ni anak ngasih tamparan super keras di hati
gue. Knock out!
Di
lain hari, di liburan gue akhir Desember lalu. Gue masih ingat jelas. Betapa
terkejutnya gue saat melihat mereka bermain. Permainannya sama, rumah-rumahan
dengan kompor, piring, dan sendok plastik. Bongkar pasang seperti anak-anak
yang lain miliki. Boneka-boneka yang sama. Robot-robotan yang sama. Yang
membedakan adalah isi permainannya. Percakapan mereka.
“Wah,
masakannya udah jadi. Tapi di masjid udah adzan. Sholat dulu yuk..”
“Kamu
sholatnya di Masjid mana?”
“Allahumma
baarik lana fimaa razaqtanaa waqinaa adzabannaar”, ucap mereka bersamaan lalu pura-pura
makan dari piring mainan di hadapan mereka.
“Makan
pakai tangan jorok, tangan kanan dong!”
Lalu
ketika temannya ada yang marah “Laa taghdhob, wa lakal jannah! Janganlah kamu
marah, bagimu Surga!” seru salah satu adik sepupu gue dengan suara cempreng.
Dia masih tiga tahun loh! Dia melafalkan hadis shahih..
Takjub!
Gue hampir menganga melihat apa yang ada depan mata gue. Permainan gue waktu
kecil ga pernah seistimewa ini. Kerap kali hanya berputar pada khayalan akan
rumah mewah, menjadi artis terkenal, memiliki vila pribadi, timezone pribadii.. Ah!
Hikkksss..
Dengan
faqirnya ilmu yang gue punya, gue selalu percaya, Islam itu indah. Apalagi jika
melihat penganutnya saling bersatu, mengasihi dan menyangi satu sama lain.
Seperti yang rasul katakan, ibarat satu tubuh. Jika bagian yang satu sakit,
yang lain akan merasalahan sakit yang sama. Ketika berurai air mata, ada tangan
yang akan mengusapnya. Bukan malah menonjokknya.
Tolong
jangan menuduh semena-mena. Sebelum menyaksikan dengan dekat, keindahan Islam
yang sesungguhnya. Yang kerap kali ditutupi kabut saling curiga, entah siapa
yang menghembuskannya.
Kami,
mereka, hanya hamba-hamba yang ingin taat kepada apa yang Allah perintahkan,
Rasul teladankan. Bukankah itu perintah dari Tuhan yang sama, teladan dari
Rasul yang sama?
Gue
selalu percaya, dengan belajar Islam dengan baik, mustahil dia tega membunuh
tanpa hak! Justru yang ga paham akan Islam, merekalah yang akan ditunggangi. Dijadikan boneka yang memperburuk citra Islam.
Islam justru satu-satunya agama yang ngatur perang. Olehnya, dalam
Islam perang itu susah! Aturannya banyak. Ga boleh bunuh anak-anak dan
perempuan. Ga boleh bunuh orang-orang yang berlari bersembunyi di tempat ibadah. Ga
boleh mencingcang. Ga boleh, ahh banyak banget. Coba cari sepuluh perang dengan
korban dan kerugian terbanyak. Apakah itu kerjaan Islam? Yes, we extremely know
who is responsible to the Second and First World War!
Dunia
ini penuh konspirasi, kawan. Ga datar. Selalu ada banyak permainan berbekal
kekuasan dan kepicikan untuk memenangkan dunia. Boleh jadi, terorisme ini adalah
naskah drama, yang pemainnya merupakan boneka-boneka yang diminta berkostum
Islam punya. Mengemas Islam dalam kemasan buruk rupa sehingga orang enggan
memandangnya, pun bagaimanalah akan membelinya. Wallahu 'alam..
Kajilah
Islam dengan baik sebelum melontarkan berbagai tuduhan. Atau cobalah
membersamai orang-orang yang kalian tuduh radikalis ektrimis bibit teroris nan
ISIS itu di kehidupan sehari-harinya. You’ll find the truth J

Subhanalloh...tulisan yg luar biasa
BalasHapus#kembali menjadi bahan perenungan...
bahasa yang ringan dan enak untuk dbaca...
Keren bangeeett! Beginilah Islam seharusnya. Two thumbs up for you.
BalasHapusHappy writing ^^