Rabu, 01 April 2015

Antara ISIS dan Liburan Gue yang Menyenangkan


Isu Islamphobia kian digencarkan. Ibaratnya produk dalam kemasan. “Islam” dibedaki kotoran oleh tangan-tangan jahat sehingga bagi calon konsumen, melihatnya pun enggan, pun apalagi untuk membelinya. Seenak apapun isinya, semenarik apapun dalamnya. Siapalah yang akan membeli jika sudah berbalut kotoran??

Dikit-dikit membela Islam, dilabeli radikalis, eksismis, eh. Tiba-tiba rajin tausiyah di medsos disangka ektrimis. Mau mengikuti sunnah Rasul, jenggot sedikit dilebatkan, kumis dibabat, celananya dipotong dikit. “Dasar, lu ikut ISIS yaa, teroris lu!”

Meluncur begitu saja. Menuduh tanpa bukti. Menarik kesimpulan teramat cepat dari isu yang dihembuskan. Sungguh terlalu.

Betapa sedihnya gue dengan keadaan ini. Terutama, baru-baru ini dengan diblokirnya web-web Islam yang di antaranya gue suka baca. Mereka ikut menjadi korban tertuduh radikalis ektrimis ini. Katanya agar paham radikalisme semacam ISIS tidak menyebar di Indonesia.

Aduhaai.. Apa indikator radikal berdasarkan versi pemangku kekuasaan itu? Pernahkah mereka membaca web-webnya? Gue ga habis pikir. Mereka Islam loh. Tapi malah menjadikan kekuasannya pisau yang memenggal agamanya sendiri. Web-web yang mengajarkan kebaikan, mengajarkan Islam, diblokir. Lantas, situs-situs porno yang merusak generasi dibiarkan. Betapa mirisnya negeri ini.

Konspirasi melawan Islam semakin menjadi. Gue sedih sekali. Tapi, ga bisa melawan ini dengan kekuatan yang gue punya. Gue mah apa atuh. Tapi sungguh, gue hanya ingin sedikit bercerita. Dengan dilatarbelangkangi kesedihan gue melihat Islam diobok-obok seperti ini. Muslim yang menjelekkan muslim yang lain, meluncurkan tuduhan tanpa bukti. Padahal Rabb mereka sama. Rasul mereka sama.. Aduhai..

Alkisah, di akhir tahun 2012 dan 2014, gue berlibur  di Bekasi, tepatnya di rumah tante yang notabene adalah seorang niqabers (menggunakan cadar). Gue tinggal selama lebih dari seminggu di lingkungan pesantren, yang hampir semua perempuan dewasanya menggunakan cadar. Laki-lakinya berjenggot semua (kayaknya, gue ga perhatiin lah!). Dan tersisalah gue, sebagai perempuan biasa yang nampak berbeda, tanpa niqab.

Selama tinggal di sana, demi Allah gue ga pernah melihat rakitan bom (maafin gue frontal). Gue ga pernah melihat buku-buku berbahaya, semisal berjudul “Panduan Meledakkan Bom untuk Jihad”. Rak-rak buku-buku mereka berisi buku Islam biasa. Sungguuuh, gue ga bohong.. :) 

Dan surprise! Betapa takjubnya gue, ketika gue disuguhkan dengan Islam yang begitu indah. Dari pribadi-pribadi sepolos fitrah yang tak mungkin mengarang-ngarang kebohongan ataupun memainkan drama, di hadapan gue.

Sungguh, gue teramat takjub dengan anak-anak mereka. Anak-anak dari perempuan-perempuan bercadar dan para laki-laki berjenggot dan bercelana cingkrang yang ditakuti kebanyakan orang itu. Anak-anak shalih yang kerap kali dilabeli bibit teroris. Hanya karena ibu mereka berjilbab bessar, bercadar, hanya karena ayah mereka berjenggot, bercelana gantung.

Suatu hari selepas maghrib, gue tilawah melanjutkan bacaan Al-Qur’an. Di sana ga ada televisi, dari maghrib sampai Isya semua harus bersama Qur’an. Tiba-tiba, datanglah sepupu gue, yang hari itu masih lima tahun. Gue dulu masih semester satu.

“Ka riska, kita muraja’ah yuuuk”

Waduh, gawat nih gue. Tobat aja baru berapa bulan yang lalu. Hapalan masih dikit. Juz 30 masih bagian depan dan bagian belakang (hapalan masa kecil).

“Oke, oke” gue mengangguk pasrah.

Dari bibirnya yang mungil pun terucap ayat-ayat Allah yang indah. Umurnya masih lima tahun, tapi makhrajul hurufnya bagus banget. Ga kayak gue saat itu yang belum bisa bedain kha dengan ha tipis ataupun ha tebal yang bulet-bulet itu.

“Ayo sambungannya apa hayoo kaa..”

Gue terhening cukup lama. Tenggorokan serasa tersekat. Ayat-ayat yang tadi dia baca terdengar asing. Rasanya mau nangis. Sungguh, malu banget. “Kakak ga tau dek, belum hapalin yang itu. Gimana kalo An-Nabaa’ aja?”

Kalo ini main tinju. Ibaratnya gue habis diberi satu pukulan telak. Seketika terkapar di atas ring. Yaa Allaah, ni anak ngasih tamparan super keras di hati gue. Knock out!

Di lain hari, di liburan gue akhir Desember lalu. Gue masih ingat jelas. Betapa terkejutnya gue saat melihat mereka bermain. Permainannya sama, rumah-rumahan dengan kompor, piring, dan sendok plastik. Bongkar pasang seperti anak-anak yang lain miliki. Boneka-boneka yang sama. Robot-robotan yang sama. Yang membedakan adalah isi permainannya. Percakapan mereka.

“Wah, masakannya udah jadi. Tapi di masjid udah adzan. Sholat dulu yuk..”
“Kamu sholatnya di Masjid mana?”
“Allahumma baarik lana fimaa razaqtanaa waqinaa adzabannaar”, ucap mereka bersamaan lalu pura-pura makan dari piring mainan di hadapan mereka.
“Makan pakai tangan jorok, tangan kanan dong!”

Lalu ketika temannya ada yang marah “Laa taghdhob, wa lakal jannah! Janganlah kamu marah, bagimu Surga!” seru salah satu adik sepupu gue dengan suara cempreng. Dia masih tiga tahun loh! Dia melafalkan hadis shahih..

Takjub! Gue hampir menganga melihat apa yang ada depan mata gue. Permainan gue waktu kecil ga pernah seistimewa ini. Kerap kali hanya berputar pada khayalan akan rumah mewah, menjadi artis terkenal, memiliki vila pribadi, timezone pribadii.. Ah! Hikkksss..

Dengan faqirnya ilmu yang gue punya, gue selalu percaya, Islam itu indah. Apalagi jika melihat penganutnya saling bersatu, mengasihi dan menyangi satu sama lain. Seperti yang rasul katakan, ibarat satu tubuh. Jika bagian yang satu sakit, yang lain akan merasalahan sakit yang sama. Ketika berurai air mata, ada tangan yang akan mengusapnya. Bukan malah menonjokknya.

Tolong jangan menuduh semena-mena. Sebelum menyaksikan dengan dekat, keindahan Islam yang sesungguhnya. Yang kerap kali ditutupi kabut saling curiga, entah siapa yang menghembuskannya.

Kami, mereka, hanya hamba-hamba yang ingin taat kepada apa yang Allah perintahkan, Rasul teladankan. Bukankah itu perintah dari Tuhan yang sama, teladan dari Rasul yang sama?

Gue selalu percaya, dengan belajar Islam dengan baik, mustahil dia tega membunuh tanpa hak! Justru yang ga paham akan Islam, merekalah yang akan ditunggangi. Dijadikan boneka yang memperburuk citra Islam.

Islam justru satu-satunya agama yang ngatur perang. Olehnya, dalam Islam perang itu susah! Aturannya banyak. Ga boleh bunuh anak-anak dan perempuan. Ga boleh bunuh orang-orang yang berlari bersembunyi di tempat ibadah. Ga boleh mencingcang. Ga boleh, ahh banyak banget. Coba cari sepuluh perang dengan korban dan kerugian terbanyak. Apakah itu kerjaan Islam? Yes, we extremely know who is responsible to the Second and First World War! 

Dunia ini penuh konspirasi, kawan. Ga datar. Selalu ada banyak permainan berbekal kekuasan dan kepicikan untuk memenangkan dunia. Boleh jadi, terorisme ini adalah naskah drama, yang pemainnya merupakan boneka-boneka yang diminta berkostum Islam punya. Mengemas Islam dalam kemasan buruk rupa sehingga orang enggan memandangnya, pun bagaimanalah akan membelinya. Wallahu 'alam..


Kajilah Islam dengan baik sebelum melontarkan berbagai tuduhan. Atau cobalah membersamai orang-orang yang kalian tuduh radikalis ektrimis bibit teroris nan ISIS itu di kehidupan sehari-harinya. You’ll find the truth J


2 komentar:

  1. Subhanalloh...tulisan yg luar biasa
    #kembali menjadi bahan perenungan...
    bahasa yang ringan dan enak untuk dbaca...

    BalasHapus
  2. Keren bangeeett! Beginilah Islam seharusnya. Two thumbs up for you.

    Happy writing ^^

    BalasHapus